Syirik saat ini sangat parah. Kesyirikan di masa silam masih lebih mending daripada kesyirikan di masa kini. Hal inilah yang dibuktikan oleh Syaikh Muhammad At Tamimi dalam risalah beliau Al Qowa’idul Arba’ pada kaedah keempat (terakhir).
القَاعِدَةُ الرَّابِعَةُ: أَنَّ مُشْرِكِيْ زَمَانِنَا أًغْلَظُ شِرْكـًا مِنَ الأَوَّلِيْنَ، لأَنَّ الأَوَّلِيْنَ يُشْرِكُوْنَ في الرَّخَاءِ وَيُخْلِصُوْنَ في الشِّدَّةِ، وَمُشْرِكُوْا زَمَانِنَا شِرْكُهُمْ دَائِمٌُ؛ في الرَّخَاءِ وَالشِّدَّةِ. وَالدَّلِيْلُ قَوُلُهُ تَعَالَى: ﴿فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ﴾[العنكبوت:65].
Kesyirikan di zaman kita betul-betul lebih parah daripada kesyirikan pada zaman dulu. Karena orang-orang musyrik dahulu berbuat syirik di saat lapang, sedangkan mereka mengikhlaskan ibadah kepada Allah ketika dalam kondisi sempit. Namun, orang-orang musyrik saat ini berbuat syirik di sepanjang waktu, baik ketika lapang maupun sempit. Dalil hal ini adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Maka apabila mereka naik kapal mereka berdo’a kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan-Nya.” (QS. Al ‘Ankabut [29] :65)
[KAEDAH KEEMPAT – KAEDAH TERAKHIR]
Sesungguhnya kesyirikan yang diperbuat oleh orang musyrik di zaman kita ini lebih parah dari kesyirikan yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu yang hidup tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus.
Alasan dari perkataan penulis (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab) mengenai hal ini sudah begitu jelas. Karena Allah telah mengabarkan kepada kita bahwa orang musyrik pada zaman dahulu, mereka mengikhlaskan ibadah kepada Allah ketika dalam keadaan sulit. Mereka tidaklah berdo’a kepada selain Allah (ketika keadaan sempit tersebut) karena mereka telah mengetahui bahwa tidak ada yang menghilangkan kesulitan kecuali Allah, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلَّا إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ الْإِنْسَانُ كَفُورًا
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (QS. Al Isro’ [17] : 67).
Allah Ta’ala juga berfirman dalam ayat lainnya,
وَإِذَا غَشِيَهُمْ مَوْجٌ كَالظُّلَلِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ
“Dan apabila mereka diterpa ombak besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya (yaitu mengikhlaskan do’a kepada Allah). Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus.” (QS. Luqman [31] : 32 ).
Allah Ta’ala juga berfirman,
فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah)”. (QS. Al ‘Ankabut [29] : 65 ). Ini berarti orang-orang musyrik dahulu berbuat syirik ketika dalam keadaan lapang. Pada saat lapang seperti itu mereka berdo’a kepada berhala, bebatuan dan pepohonan.
Adapun jika dalam keadaan sempit dan hendak binasa, mereka (orang-orang musyrik) tidaklah berdo’a kepada berhala, pohon, batu atau kepada satu makhluk pun. Pada saat itu mereka hanya berdo’a kepada Allah Ta’ala semata. Jika memang tidak ada yang menghilangkan kesempitan (kesulitan) kecuali Allah jalla wa ‘ala, bagaimana mungkin selain Allah diminta ketika dalam keadaan lapang.
Adapun kaum musyrikin –yang mengaku umat Muhammad saat ini-, mereka terus menerus berbuat syirik baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Mereka tidaklah mau mengikhlaskan ibadah kepada Allah meskipun dalam keadaan sulit. Bahkan ketika dalam keadaan sulit sekali pun, mereka tetap melakukan kesyirikan bahkan semakin bertambah parah. Dalam keadaan sulit, mereka malah menyeru (meminta-minta) kepada Hasan dan Husain, kepada Syaikh Abdul Qodir, kepada Ar Rifa’i dan selainnya. Ini adalah sesuatu yang sudah diketahui dari mereka. Disebut pula dari mereka mengenai keajaiban di lautan. Jika mereka mengalami suatu perkara yang menyulitkan, mereka menyeru nama para wali dan orang-orang-orang sholih. Mereka beristighostah (meminta dihilangkan kesulitan yang telah menimpa, pen) kepada selain Allah Ta’ala. Mereka melakukan semacam ini karena para da’i kebatilan dan kesesatan berkata kepada mereka, “Kami akan menyelamatkan kalian ketika di lautan. Jika kalian tertimpa kesulitan, serulah nama kami, lalu kami akan menyelamatkan kalian.”
Inilah yang terjadi sebagaimana yang diceritakan dari beberapa Syaikh Thoriqot Sufiyah. Jika engkau mau, silakan baca kitab mereka “Thobaqot Sya’roni“. Pada kitab tersebut engkau akan dapati beberapa hal yang membuat kulit merinding. Mereka menyebut berbagai kejadian aneh dan menganggap hal itu sebagai karomah para wali. Mereka anggap bahwa wali mereka tersebutlah yang telah menyelamatkan mereka dari berbagai kesulitan ketika berada di tengah laut. Wali tersebut akan membentangkan tangan mereka di lautan. Lalu dia membawa kapal mereka ke daratan sehingga mereka selamat. Masih banyak lagi kebohongan-kebohongan dan tahayul lainnya. Inilah kesyirikan yang terjadi. Ketika lapang atau pun sempit, mereka terus menerus berbuat syirik. Jelaslah bahwa kesyirikan di zaman kita ini lebih parah dari kesyirikan di zaman dahulu.
Begitu pula sebagaimana yang disebutkan Syaikh (Muhammad bin Abdul Wahab) dalam kitab beliau Kasyfu Syubhat[1], “Orang-orang dahulu, mereka beribadah kepada orang-orang sholih dari para malaikat, para Nabi dan para wali. Namun saat ini, orang-orang musyrik malah beribadah kepada orang-orang yang paling fajir (gemar bermaksiat) padahal mereka mengetahui hal itu. Orang-orang yang mereka sebut sebagai pemimpin mereka (Al Aqthob) dan penolong mereka (Al Agwats), bukanlah orang yang mengerjakan shalat, puasa, atau menjauhkan diri dari zina, homoseksual, dan perbuatan keji. Karena mereka beranggapan bahwa orang-orang tersebut tidaklah terkena pembebanan syari’at. Mereka tidaklah terkena hukum halal dan haram karena pembebanan syari’at seperti ini hanyalah bagi orang awam saja.
Mereka mengetahui pula bahwa orang yang mereka seru itu tidaklah shalat, puasa, dan tidak menjaga diri dari perbuatan keji. Namun anehnya, sebagian orang saat ini tetap beribadah kepada mereka, padahal mereka adalah orang-orang yang paling fajir (gemar berbuat maksiat) semacam Al Hallaj, Ibnu ‘Arobi, Ar Rifai, Al Badawi dan selainnya.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab telah menunjukkan dalil bahwa kesyirikan orang-orang musyrik saat ini lebih parah dari kesyirikan orang-orang musyrik di zaman dahulu. Karena orang musyrik zaman dahulu mengikhlaskan ibadah kepada Allah ketika mereka dalam keadaan sempit. Namun, orang musyrik saat ini berbuat syirik dalam keadaan lapang. Penulis berdalil dengan firman Allah Ta’ala,
﴿فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوْا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ﴾.
“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdo’a kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (QS. Al ‘Ankabut [29] : 65)
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh sahabatnya.
Selesai sudah pembahasan empat kaedah dalam memahami syirik, alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
—
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom
—
Telah hadir buku terbaru: Buku Mengenal Bid’ah Lebih Dekat (harga: Rp.13.000,-), karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal. Kirimkan format pemesanan via sms ke no 0852 0017 1222 atau via PIN BB 2AF1727A: Buku Bid’ah#Nama#Alamat#no HP. Nanti akan diberitahu biaya dan rekening untuk transfer.
[1] Lihat Kasyfu Syubhat (hal. 169-170 ) atau di dalam tulisan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam bidang aqidah.